Tragedi
“Welcome”
Di jaman krisis dan ekonomi sulit
seperti sekarang ini, membuat orang-orang rela melakukan berbagai cara dan
upaya untuk tetap dapat bertahan hidup. Diantaranya dengan mengemis, korupsi,
menipu, merampok, membunuh, mencuri dll. Namun yang dilakukan Boim hanyalah
mencuri. Dan itu dilakukannya pada saat awal bulan ramadhan. Dan nampaknya
ungkapan bahwa pada bulan suci semua setan dirantai, adalah tidak berlaku pada
Boim dan setan yang bersemayam dalam dirinya.
Boim yang sudah hampir satu minggu
ini tidak merokok dan mabuk merasa gundah gulana dan kalau kata anak-anak jaman
sekarang, dia sedang mengalami galau. Ketidak merokokan dan ketidak mabukannya itu
bukan karena ia ingin menjalani pola kehidupan sehat, melainkan karena dia
tidak punya uang. Pekerjaan dan pasangan yang tidak dimilikinya di umur kepala
tiga itu membuatnya tersiksa, terpukul, malu, skeptis, optimis dan pesimis .
Karena permasalahan bagi seorang laki-laki adalah uang dan wanita. Jika seorang
lelaki tak punya uang, dia masih punya pacar atau wanita yang bisa menenangkan
atau menghiburnya. Begitu pula jika dia memiliki uang, dia bisa mendapatkan
wanita dengan jajan. Eh, salah, begitu pula jika dia tidak memiliki pasangan,
setidaknya dia bisa foya-foya untuk menghibur diri dengan uang.
Saat itu dini hari, Boim yang tidak
memiliki hobi dan keahlian apa-apa itu sedang berjalan pulang dari pasar. Bukan
untuk belanja sayur, melainkan survey apa yang bisa dicurinya. Namun hasilnya
nihil. Di pasar, dia tidak mendapatkan mood untuk mencuri sesuatu. Entah itu
sekedar sepotong cabai atau tomat, atau sebutir beras.
Dengan wajah kusut seperti orang
yang sudah lima hari tidak buang air besar, Boim melangkahkan kakinya dengan
gontai. Ditendangnya apa saja yang ada di depannya. Mula-mula kerikil kecil,
bekas kaleng minuman, dan yang terakhir “ Aaaaaaauuuuwwwwwwwwww!!!!!” boim
berteriak keras. Sebuah batu besar baru saja ditendangnya. Boim tidak
menyalahkan batu itu, melainkan menyalahkan matanya sendiri yang disebutnya
picik!
“ My eyes so fuck and damn!!!!”
umpatannya terdengar sedikit intelek dengan bahasa asing.
Setelah mengelus perlahan ujung
jempol kakinya yang tadi terantuk batu, Boim segera melangkah lagi. Dibiarkannya
jempol kakinya yang berdarah dengan kuku panjang yang membelah dan menjijikan.
Dan tiba-tiba dia mencium aroma
makanan lezat dari rumah – rumah warga yang dilewatinya. Sampai dia mencium
aroma ikan bakar yang yummy itu. Dipejamkan matanya sesaat dan dibayangkannya
menyantap ikan bakar dengan sambal super pedas. Dan huhhh, membayangkannya saja
cacing diperutnya sudah berontak. Boim pun berencana melakukan sesuatu yang
menghasilkan uang supaya bisa makan enak. Di depan sebuah mushola, dia
berhenti. Menatap dalam ke arah mushola itu.
“
Yipaaaa!!!!!” serunya tiba – tiba dengan girang. Boim pun segera masuk ke arah
mushola. Namun bukannya mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat, dia
malah melihat sekitar dan mengendap ke dalam mushola.
“ Mushola macam apa ini!” serunya
saat tak melihat kotak amal yang menjadi incarannya. Boim melepas sandalnya dan
masuk melewati batas suci. Di dalam mushola, dia terpaku dengan tatapan ke
depan mimbar.
“ Ya Tuhan...” ujarnya takjub dengan kedua
tangan menggenggam di depan dada. Matanya berbinar, senyuman merekah di
bibirnya. Rambutnya yang keriting tiba-tiba jadi lurus. Oh kalau yang ini
tidak. Hehehe.
“ Kotak amal, i find u.” Ujarnya
seraya mendekat ke kotak amal yang terletak di samping mimbar. Dipeluknya kotak
itu sesaat, lalu dilepaskannya lagi. “ Benar kata lagu seorang bule, “ Insya
Allah, you’ll find a way. Dan sekarang Tuhan kasih jalan!!!! Aku temukan kotak
ajaib ini!!!yeahhhh!!!!” boim mengepalkan tangannya ke atas, dan sekali lagi
berseru “ yeahh!!!!”
Dengan semangat membara di dada,
diraihnya kotak kecil itu. Namun harapannya segera pupus dan terbuang sia-sia,
larut bersama kekecewaannya saat mendapati kotak itu ternyata, ternyata dan
ternyata, kosong melompong! Boim ingin menangis tapi dia malu. Boim ingin
teriak tapi dia ragu. Boim ingin mengeluh pada Tuhan tapi dia gengsi. Akhirnya
boim hanya meninggalkan kotak itu sendirian lagi di dalam mushola.
Dengan kepala tertunduk dan bawah
bibir yang dimonyongkan, Boim beranjak keluar mushola. Saat sedang memakai
sandalnya, ujung kuku jempol kakinya yang membelah menyangkut pada sebuah keset
bertuliskan wellcome. Dan mungkin istilah tak ada rotan, akarpun jadi itu
adalah bukan omongkosong. Boim yang sering mendengar istilah itu sewaktu
pelajaran bahasa Indonesia di SD segera berniat melaksanakannya. Diambilnya
tiga jejeran keset itu, digulungnya menjadi satu dan segera diangkutnya dengan
kedua tangannya.
Boim melangkah santai dan sangat
pelan. Dia tak sadar dirinya dalam bahaya, dia lupa bahwa hari itu adalah hari
pertama puasa. Dimana warga akan bangun dini hari untuk berkeliling
membangunkan sahur dan ke mushola. Dia tak menyadari bahwa dua orang hansip
sedari tadi mengamatinya dari celah pepohonan.
“ Berhenti kamu , maling !” sergah
seorang hansip yang mendadak melompat di depan Boim.
Boim terperanjat kaget. Bibirnya bergetar,
matanya berair. “ Maaf Pak Hansip. Saya Cuma iseng ngambil keset.”
“ Untuk apa keset itu! “ bentak
seorang hansip yang lain.
“ Dijual pak, adanya ini, jadi saya
Cuma ambil ini. Ga punya duit pak, kasihan.”
Ekpresi Boim memelas, tubuhnya yang
kurus dan wajahnya yang jelek akhirnya membuat kedua hansip itu iba. Namun
mencuri tetaplah salah, maka Boim tetap diproses secara hukum dengan tuduhan
mengambil prasarana umum dan tempat ibadah berupa tiga buah keset yang sudah
usang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar