Mencuri Burung Abu-Abu
Jono, seorang pemuda yang hobinya mabuk dan judi ini sangat terkenal dan disegani di kalangannya. Selain berprofesi sebagai preman, dia juga adalah seorang pencuri yang kreatif, independent dan menjaga intreprestasinya. Bagaimana tidak? Dia selalu melakukan aksinya sendirian dan tak tanggung-tanggung, yang dicurinya saat itu adalah .... jeng...jeng...jeng..... “burung pak haji”. Bukan burung dalam konotasi lain, melainkan burung hewan.
Aksinya saat itu digencarkannya pada pukul 01.00 malam. Sungguh pencuri yang rajin dan berkomitmen. Karena dia rela tidak tidur semalaman demi mengasah keahliannya itu.
Udara yang saat itu sangat dingin, semakin menguatkan persepsi Jono bahwa semua tetangganya sudah terlelap. Dengan percaya diri tinggi akibat pengaruh minuman keras, dia mulai melaksanakan rencananya. Awalnya dia berjalan-jalan, lalu tiba-tiba langkahnya terhenti di depan rumah Pak Haji. Dia melihat sebuah motor terparkir di depan rumah.
Imajinasi Jono beraksi, dengan langkah pasti dia masuk ke halaman rumah Pak Haji. Dia menelanjangi motor Pak Haji dengan matanya. “ Pasti ini mahal banget kalo dijual.” Ujarnya pada dirinya sendiri. Jono mendekatkan dirinya ke arah motor dan disentuhnya, motornya diam. Disentuhnya lagi, sang motor masih diam. Jono terkikik, lalu dinaikinya motor itu, dan kali ini motor tidak diam, terdengar suara ‘kikkk kikkk kikkk”. Jono terkaget dan segera melompat dari atas motor. Ternyata suara kayu yang berdecit di bawah standart motor.
“ Sialan,, aku kira ini siluman motor! Ternyata suara kayu terkena standart motor !” Jono mengumpat pada sang motor. Ditendangnya juga ban depan motor tak berdosa itu. Jono tampak sangat sebal padanya, seakan – akan dia adalah sesuatu yang sudah menyakiti hatinya. Jono pun mengurungkan niatnya untuk menggasak motor itu. Dia pun meninggalkannya dan beranjak ke teras rumah.
Jono melihat sekitar, “ Masih aman.” Pekiknya pada dirinya sendiri. Dia pun melanjutkan aksinya. Entah mendapat inspirasi dan petuah darimana, dia tiba-tiba mengambil kursi dan menaikinya. Tangan kanannya dinaikan ke atas dan meraih sebuah kandang burung jelek dengan tentunya burung di dalamnya. Dia melihat ke arah burung itu, dan sang burung pun melihat ke arahnya. Jono melotot ke arah burung, dan sang burung juga melotot ke arahnya. Jono terkikik ke arah burung, dan sang burung diam saja sambil masih menatap Jono dengan penuh hina. “ Hello bird !!! now u become mine!! hahahahaha” ujarnya sambil tertawa puas ke arah burung berwarna abu-abu itu. Sang burung sendiri masih terdiam.
Jono memang pencuri yang berintelek. Sebelum membawa barang curiannya itu kabur, dia masih dapat mendiskripsikan keindahan burung itu. “ Bird, you sure expensive! Kau punya mata berwarna biru, bulumu halus dan berwarna abu-abu. Sebuah warna yang elegan, Bird!!”
Setelah mendeskripsikan secara singkat tentang sang burung yang malang itu, Jono beranjak ke arah samping rumah. Dia menggeledah sebuah kotak kecil da samping tempat sampah dan diambilnya bungkusan kecil bertuliskan “ FishFood”.
“ Ini pasti makanan kamu ya , Bird !” ucapnya dengan mata teler.
“ Oke, lets go home, Bird. Aa’ sudah bawa your food. Jadi you ga akan merasakan starving sebelum you dijual.” Sekali lagi Jono membuktikan bahwa dia adalah tipe pencuri yang berkompeten dan ber’perikeburungan karena tetap memperhatikan nasib burungnya kelak sebelum dijual.
Dengan mengendap-ngendap, dia pergi dari tempat itu. Seharusnya dia melangkah keluar dan membuka pagar, tapi yang dilakukannya adalah berjalan ke arah dalam rumah dan berusaha membuka pintu ruang tamu. “glekkk glekkk glekkk...” berkali-kali suara daun pintu terdengar dipaksa dibuka olehnya.
Dan tiba-tiba lampu ruang tamu menyala dengan sendirinya. Jangan-jangan itu hantu !!!!!! tapi ternyata tidak. Itu bukan hantu, melainkan Pak Haji dan Dio, anaknya yang masih kelas 5 SD berdiri di dekat tombol lampu.
“ Siapa itu!!!!” teriak Pak Haji yang kemudian dilanjutkan dengan membuka pintu rumahnya. Alangkah terkejutnya Pak Haji tatkala dia mendapati Jono tengah berdiri menghadapnya dengan tangan memegang kandang burung dan bungkus makanan ikannya.
“ Maling-maling....!!!!” Dio berteriak. Teriakannya membuat Jono panik. Jono sadar diri bahwa yang dimaksud Dio adalah dirinya. Jono pun berusaha melarikan diri. Di tengah terengah-engahnya, mendadak dia sudah dikepung warga, bahkan ada yang sudah bersenjata. Jono panik bukan kepayang. Serasa hidup tak mau, matipun lebih tidak mau.
Akhirnya dia melakukan jalan pintas yang sangat briliant. Pura-pura mati !!! ya , Jono pura-pura mati saat puluhan warga hampir memberinya hajaran, pukulan, tendangan atau mungkin gelitikan mematikan. Dan sekali lagi Jono membuktikan bahwa dia punya kemampuan yang intelek. Segera dijatuhkannya tubuhnya sendiri ke jalanan yang keras itu.
“ Kenapa? Kenapa? Kenapa? “ suara Pak Haji terdengar di belakang kerumunan. Dengan lari kecil, Dio menyusul di belakangnya.
“ Ini, pencurinya pingsan sendiri Pak Haji!”
Pak Haji mendekat dan memandang Jono yang terbaring dengan kandang burung di pelukannya, di sampingnya, makanan ikan berceceran tak karuan.
“ Dia mencuri apa Pak? Ayo kita bawa ke kantor polisi!” ujar seorang pemuda.
“ Tidak tahu. Mari kita geledah dulu.” Pak Haji berkata bijak. Seorang pemuda pun menggerayangi seluruh tubuh Jono dengan tidak nafsu, melainkan penuh jijik. “ Tidak ada apa-apa Pak Haji. Jadi dia cuma mencuri burung ini.”
Pak Haji mengamati lagi. “ Oh ya udah gapapa. Itu burung Dio, harganya Cuma lima ribu rupiah, belinya di depan sekolah. Udah saya ikhlaskan saja.”
Puluhan warga serentak berteriak “ ooooooooo” lantas pergi meninggalkan Jono seorang diri. Setelah dirasanya tak ada orang lagi yang mengepungnya, Jono membuka mata. Mata keruhnya berair,” Ternyata selama ini aku salah menilai. Kamu murahan , Bird ! you hurt me! I heart u !!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar